Ruang publik salah satu elemen kota yang memiliki peran penting. Dalam konteks spasial, ruang publik punya pengertian : tempat dimana setiap orang mempunyai hak untuk bebas mengakses tanpa harus membayar. Trotoar merupakan bagian dari ruang publik, dan selayaknya keberadaan trotoar mampu melayani kebutuhan masyarakat dengan baik.
Ketika melihat seorang dengan kursi roda susah payah berjalan di trotoar, menjadi tanda tanya besar ; Apakah ruang publik kota Pekanbaru ramah bagi kelompok rentan seperti para difabel ?
Gerakan global pelaksanaan HAM mengalami perkembangan, tak saja menjadi urusan negara tapi juga urusan kabupaten/kota. Kabupaten/kota diharapkan dapat menjadi human rights city. Salah satu indikator yang dipakai dengan menempatkan warga pada posisi terpenting dalam proses pembangunan, termasuk diantaranya ruang publik yang melayani dan mengakomodir hak kelompok rentan/penyandang cacat (difabel).
Perencana pembangunan kota perlu berpegang pada UU nomor 19 tahun 2011 tentang pengesahan konvensi hak-hak difabel (Convention on the Rights of Persons with Disabilities), yang bicara komitmen dan upaya memudahkan difabel untuk menjadi mandiri atau tidak tergantung pada pihak lain. Harus ada pemahaman kebijakan (disability policy) yang memperhatikan aksesibilitas difabel diruang publik.
Trotoar Ramah
Gambaran kota adalah tingkat mobilitas masyarakat yang tinggi. Ketika ruas jalan dipandang berpotensi menimbulkan pejalan kaki, maka dibutuhkan pembuatan trotoar. Ada dua kelompok pejalan kaki, yaitu kelompok normal dan kelompok rentan (anak-anak, lansia, ibu hamil dan penyandang cacat/disabilitas). Kondisi trotoar di Indonesia yang masih buruk membuat banyak terjadi kecelakaan. Berdasarkan data Kepolisian, setiap harinya tercatat rata-rata 18 pejalan kaki meninggal dunia di tahun 2014 (kompasiana.com). Artinya, keberadaan trotoar masih belum aman bagi pejalan kaki.
Selain belum aman, kondisi trotoar juga kerap menyulitkan karena banyaknya hambatan (pohon,tiang listrik, pedagang dan pengendara motor), curam (kemiringan 45 derajat), berlubang dan tidak rata. Bisa dikatakan, trotoar sebagai ruang publik masih jauh dari konsep ramah kepada masyarakat yang normal dan kepada para difabel karena belum memenuhi standar kelayakan.
Agar trotoar ramah, perencanaan perlu mempertimbangkan kepekaan pejalan kaki berdasar pada aspek-aspek normatif : keamanan, kenyamanan dan keselamatan, dan mempertimbangkan kebutuhan, standar penyediaan dan keterpaduan dengan tata bangunan, aksesibilitas antar lingkungan, dan sistem transportasi - DR. Dadang Rukmana.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 ayat 5, menjelaskan bahwa “rencana teknis jalan wajib memperhitungkan kebutuhan fasilitas pejalan kaki dan penyandang cacat”.
Kondisi Trotoar di Pekanbaru
Secara umum, kondisi trotoar di kota Pekanbaru juga tidak baik. Meski dibeberapa tempat di jalan protokol dibuat lebih lebar dan pakai guiding block, masalah kualitas pekerjaan masih menjadi isu penting. Trotoar seringkali tidak bertahan lama, permukaannya cepat berlubang dan tidak rata atau material yang copot. Belum lagi persoalan hambatan pada trotoar, tingkat kecuraman (45 derajat) yang membuat para difabel kesulitan melewatinya. Dibanyak tempat lain bahkan terkesan tidak memperhatikan dan mempertimbangkan keberadaan kelompok rentan/difabel.
Kondisi umum trotoar di kota Pekanbaru dapat digambarkan sebagai berikut ; Jalur tidak steril dan banyak penghalang, lebar tidak memperhatikan volume pejalan kaki dan kegiatan usaha kecil formal (KUKF), tekstur tidak memiliki guiding block, kondisi berlubang, tidak rata, kurang memperhatikan aspek estetika dan tidak mempertimbangkan kemiringan/kecuraman turunan trotoar.
Panduan untuk ini sebenarnya sudah jelas, yakni Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) Nomor 30/PRT/M/2006 yang memberi petunjuk termasuk didalamnya soal kecuraman turunan bagi pengguna kursi roda dan pembuatan jalur pemandu tuna netra di trotoar.
Pemerintah kota Pekanbaru harus tegas menata ini, jika ingin keberadaan trotoar dihargai dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sebagai ruang publik yang nyaman dan ramah bagi kelompok rentan dan penyandang cacat/difabel.
Categories:
Opini