Warga Pekanbaru itu hobi bekumpul. Salah satu tempat favorit adalah kedai kopi. Dan ini sudah berlangsung lama. Di kedai kopi setiap orang bersosialisasi dan berinteraksi, berbincang mulai dari persoalan yang ringan-ringan sampai ke bisnis dan isu politik.
Biar kita mengingat sejarah, Pekanbaru yang dahulunya bernama Senapelan merupakan kota perdagangan karena posisinya strategis di tepi sungai Siak. Dan ini menjadi magnet bagi kedatangan berbagai macam suku bangsa, termasuk etnis Tionghoa yang membawa budaya minum kopi. Budaya ini kemudian dimanfaatkan menjadi peluang usaha, yakni kedai kopi.
Saat itu, kedai kopi berfungsi sebagai penunjang aktifitas perdagangan untuk memenuhi kebutuhan makan-minum para pedagang. Namun beda dengan rumah makan, menu yang disajikan lebih ringan karena jenis makanan mie, roti atau bubur bukanlah makanan pokok. Jadi, menu andalan pengunjung tetap minuman kopi.
Secara perlahan, kehadiran kedai kopi mengubah perilaku masyarakat. Kedai kopi yang dulunya diperuntukkan bagi pedagang berubah menjadi tempat nongkrong atau konkow. Pengunjungnya dari beragam lapisan masyarakat, tak pandang usia – tak pandang profesi. Sekarang, duduk dan berkumpul di kedai kopi sudah menjadi kebiasaan dan gaya hidup masyarakat kota Pekanbaru.
Kian menjamurnya kedai kopi memberikan catatan tersendiri. Ada dua hal yang perlu diperhatikan ; adanya potensi ekonomi dan potensi wisata khususnya wisata kuliner (culinary adventure). Peluang bermanfaat usaha kuliner sebagai sub sektor ekonomi kreatif harus ditanggapi serius oleh pemerintah daerah.
Kita dapat mencontoh kota Manggar. Ibukota kabupaten Belitung Timur ini dengan berani mengakampanyekan kota mereka sebagai kota 1001 warung kopi. Berusaha menciptakan destinasi wisata baru. Lain lagi dengan kota Banda Aceh, gelaran festival kopi menjadi agenda rutin pemerintah setempat dikota yang juga dikenal dengan sebutan kota sejuta warung kopi (warkop) ini.
Kota Pekanbaru bisa melakukan hal yang sama. Usaha kedai kopi sebagai potensi wisata dapat dilakukan melalui kegiatan promosi kopi dan kedai kopi secara konsisten. Hal ini sejalan dengan keinginan mengembangkan sektor MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition).
Disisi lain, pemilik usaha perlu memperhatikan hal-hal yang mendukung, seperti tersedianya parkir yang cukup dan memadai, penyajian dan penataan (interior-eksterior) serta adanya fasilitas tambahan seperti musholla dan layanan internet.
Keunikan dan nuansa yang ditawarkan masing-masing kedai kopi menjadi daya tarik tersendiri. Tetap mempertahankan citarasa tradisional atau berkonsep moderen bahkan kombinasi keduanya bisa menjadi pilihan menarik. Masing-masing punya pangsa pasar sendiri-sendiri. Dan ini bergerak dinamis. Salah satu yang terkenal itu, kedai kopi Kimteng yang ada sejak tahun 1965 di kawasan Pasar Bawah dan terus berkembang hingga sekarang.
Jika digarap dengan serius, kedai kopi dapat menjadi salah satu destinasi wisata kota Pekanbaru dan sumber PAD yang potensial.
Categories:
Opini