Sebentar lagi musim hujan.
Banjir dan genangan air dapat mengganggu aktifitas suatu kawasan dan mengurangi tingkat kenyamaan. Salah satu cara mengatasi persoalan tersebut dengan membuat sistem drainase, bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan.
Drainase merupakan komponen penting perencanaan kota yang dibutuhkan masyarakat dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat.
Dari pemahaman diatas, kota Pekanbaru terlihat punya masalah besar. Meski setiap tahun drainase dibuat, tetap saja ketika musim hujan tiba, terjadi genangan air di jalan hingga ke pekarangan rumah. Dari data Dinas PU Kota Pekanbaru, terdapat 127 titik banjir di Kota Pekanbaru. Kenapa hal ini bisa terjadi ?. Tak salah jika kita beranggapan karena kurangnya pemahaman mengenai sistem drainase antara pihak yang terlibat baik pemerintah, pelaksana maupun masyarakat.
Pertama, adanya tumpang tindih tugas pembangunan drainase. Kita bisa lihat, pembuatan drainase bukan oleh dinas Ciptakarya dan Bina Marga saja, tapi juga lewat program LPM dan OMS nya Pemko Pekanbaru. Meski banyak pihak yang terlibat, acuan perencanaannya tidak jelas. Pembuatan drainase terkesan berasal dari gagasan saja tidak merujuk pada Masterplan. Atau, masterplan drainase itu sendiri belum ada ?
Jika merujuk pada prosedur yang benar maka pengelolaan drainase perkotaan mengacu pada SIDLACOM yakni dimulai dari tahap Survey, Investigation (investigasi), Design (perencanaan), Land Acquisation(pembebasan lahan), Construction (konstruksi), Operation (operasi) dan Maintenance (pemeliharaan). Perencanaan dengan analisa hidrologi akan melahirkan output dimensi saluran dan integrasi saluran.
Kedua, jika prinsip drainase itu mengambil prinsip alam seperti sungai, ada hulu, tengah dan hilir maka penataan drainase kota Pekanbaru, sangat membingungkan. Tidak jelas, pengaliran air akan berakhir dimana. Apa rencana induknya ?
Ketiga, mandulnya pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2006 tentang Sumber Daya Air dan Sumur Resapan, dan lemahnya Pengawasan dari Dinas Tata Ruang dan Bangunan (Distarubang). Padahal, ini dapat menjadi solusi mengurangi banjir dan genangan air.
Seiring berkembangnya kota Pekanbaru dan bertambahnya jumlah penduduk maka konsekuensinya adalah terjadinya alih fungsi lahan. Lahan kosong atau hutan akan berubah menjadi jalan, gedung, ruko dan perumahan. Tanah yang meresapkan air kemudian tertutup beton. Untuk itu, perlu penataan drainase kota yang baik, jika tidak, maka kedepan kota Pekanbaru akan mengalami persoalan sosial dan lingkungan yang serius.
>
Categories:
Opini